1.1. Latar Belakang Tuntutan dunia industri dan masyarakat pada umumnya masih mengeluhkan kualitas lulusan, menurut Us Toharudin (Pikiran Rakyat,edisi 2005) yang mengemukakan “Disatu pihak kondisi pendidikan kita dipandang sangat memprihatinkan dimana hasil lulusan kita belum seluruhnya memenuhi harapan masyarakat, masih banyak komplain dari masyarakat.” . Dan lebih tegas lagi Doni Kesuma (2007) bahwa lulusan di sekolah kita, baik yang di sekolah menengah maupun di perguruan tinggi, tidak memiliki kapasitas dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk memasuki dunia kerja. Menurut Hough & Wiranta kualitas sumber daya kita rendah karena (1994) “ there are twin problems of quality and relevance : graduates are widely such lacking skills that employers need and as having had no practical work experience “. Hal ini dapat kita interpretasikan bahwa saat ini, terjadi gap kualitas tenaga kerja antara dunia usaha dengan dunia pendidikan. Dimana kualitas lulusan tidak sesuai dengan kualitas yang diharapkan oleh Dunia Usaha atau Dunia Kerja. Tudingan dunia Usaha/dunia kerja atas kualitas kerja yang tidak siap kerja ini tidak sendiri, dari hasil studi dari United Nations for Development Program (UNDP), kualitas sumber daya manusia Indonesia saat ini berada pada peringkat ke-109 dari 174 negara di dunia. Sementara itu, Singapura, Malaysia, Brunei, dan Thaliland masing-masing berada pada peringkat ke-41 sampai 44. Posisi negara kita bahkan di bawah Vietnam yang baru bangkit karena tekanan tentara Amerika Serikat (Pikiran Rakyat, 3 Januari 2004). Kemudian Menteri Pendidikan Nasional, (2004) menyatakan bahwa hasil studi Internatonal Institute for Management Development (IIMD, 2001) bahwa indeks kompetisi manusia (SDM) Indonesia mendudukkan Indonesia di peringkat ke-49 dari 49 negara. Adanya gap tersebut juga menurunkan daya serap lulusan tenaga kerja dari berbagai tingkat lulusan yang dapat dilihat pada tabel 1.1 tentang jumlah pengangguran di berbagai tingkat pendidikan mulai tahun 2004 sampai tahun 2008. Pengangguran dalam kajian secara makro yang menjadi penyebabnya adalah (1) kebijakan pendidikan yang tidak berorientasi pada kebutuhan pasar, (2) kebijakan ekonomi khususnya investasi yang tidak mampu menyediakan lapangan kerja sesuai dengan jumlah angkatan kerja, dan (3) kebijakan pembangunan ekonomi yang cenderung berorientasi pada padat modal ketimbang pada padat karya. (Syafri ;2008) Dengan melihat adanya peranan kuat dari pendidikan dalam menyiapkan pasar tenaga kerja maka tentu saja hal ini memperkuat asumsi jika adanya diskualitas SDM disebabkan adanya ketidak sesuaian lulusan yang dipersiapkan oleh dunia pendidikan dengan kebutuhan pasar, tentu menjadi tanggungjawab dunia pendidikan. Penyiapan kualitas SDM adalah menjadi bagian kewajiban dunia pendidikan karena dalam proses pembangunan, peranan pendidikan amatlah strategis. John C. Bock, dalam Education and Development: A Conflict Meaning (1992), mengidentifikasi peran pendidikan tersebut sebagai : a) memasyarakatkan ideologi dan nilai-nilai sosio-kultural bangsa,; b) mempersiapkan tenaga kerja untuk memerangi kemiskinan, kebodohan, dan mendorong perubahan sosial, dan; c) untuk meratakan kesempatan dan pendapatan. Peran yang pertama merupakan fungsi politik pendidikan dan dua peran yang lain merupakan fungsi ekonomi. Lebih lanjut kaitan tentang ekonomi dan pendidikan : Didin S. Damanhuri, Guru Besar Ekonomi IPB dan Pengamat Ekonomi Salah satu tuntutan globalisasi adalah daya saing ekonomi. Daya saing ekonomi akan terwujud bila didukung oleh SDM yang handal. Untuk menciptakan SDM berkualitas dan handal yang diperlukan adalah pendidikan. Sebab dalam hal ini pendidikan dianggap sebagai mekanisme kelembagaan pokok dalam mengembangkan keahlian dan pengetahuan. Pendidikan merupakan kegiatan investasi di mana pembangunan ekonomi sangat berkepentingan. Sebab bagaimanapun pembangunan ekonomi membutuhkan kualitas SDM yang unggul baik dalam kapasitas penguasaan IPTEK maupun sikap mental, sehingga dapat menjadi subyek atau pelaku pembangunan yang handal. Dalam kerangka globalisasi, penyiapan pendidikan perlu juga disinergikan dengan tuntutan kompetisi. (http://www.asmakmalaikat.com/ 22-10-08) Dari beberapa pendapat di atas jelaslah bahwa pendidikan memiliki tanggungjawab besar, oleh karena itu jika kualitas SDM rendah maka perlu dipertanyakan ada apa dengan pendidikan ?. Kegagalan penyiapan kualitas SDM dan menurunnya daya serap lulusan berarti kegagalan lembaga pendidkan melakukan tugas. Untuk mengatasi kondisi tersebut, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 1993-1998 Prof. Dr. Ing. Wardiman Djojonego mencanangkan Program Link and Match yang mengaitkan berbagai macam program dan kurikulum di sekolah dengan tuntutan yang dibutuhkan perusahaan. Hal ini diperkuat lagi dalam acara Diskusi Panel dan Lokakarya Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Senin (17/12/2007). Beliau mengingatkan kembali pentingnya aspek kompetensi, prinsip linkage and matching (jaringan dan aplikasi) harus dikembangkan. Paradigma pendidikan harus mulai berubah dari supply minded (orientasi jumlah) menjadi demand minded (kebutuhan) ke dunia kerja. Harus digali, kompetensi apa saja yang dibutuhkan pasar kerja ke depan. Link menurut Webster’s New World Dictionary adalah : (1) any of the series of loops forming a chain, (2.) a section of something resembling a chain; (3). anything that connects; adalah sejumlah lingkaran untuk membentuk rantai atau bagian yang menyerupai rantai dan juga sesuatu yang menghubungkan, dalam hal ini Link bisa diartikan sesuatu yang menyerupai rantai dan menghubungkan atau dalam istilah lain link juga disebut sebagai suatu jaringan. Sedangkan Match adalah (a)any person or thing equal or similar to another; seseorang atau sesutu yang memiliki persamaan atau mirip dengan yang lain. Jadi link and match adalah hubungan atau jaringan dan kesesuaian sesuatu dengan yang lain. Dalam Hubungan antara Dunia Pendidikan dan Dunia Kerja dapat dikatakan adanya jaringan yang menghubungkan antara dunia kerja dan kesesuaian antara dunia kerja dan dunia pendidikan dalam memandang lulusan sebagai hasil dari pendidikan. Menurut Doni Koesoema, A (2008) , Link and Match adalah keterpautan dan kesepadanan dalam lembaga pendidikan. Menurut Tatang Permana (2005) Link and match adalah kebijakan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang dikembangkan untuk meningkatkan relevansi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), yaitu relevansi dengan kebutuhan pembangunan umumnya dan kebutuhan dunia kerja, dunia usaha serta dunia industri khususnya. ( INVOTEC, Volume III, No.7, Agustus 2005 : 33 – 39 ). Wardiman (2007) tentang “lingkage and matching “ menegaskan yang dimaksudkan dengan “Link and Match “ adalah penggalian kompetensi apa saja yang dibutuhkan pasar kerja ke depan. Pola Link and Match antara dunia pendidikan dan dunia kerja kata kuncinya menurut Judisseno (2008) adalah “ menciptakan dan mendefinisikan tenaga kerja yang kompeten “ Jadi jelaslah bahwa selama ini yang dimaksudkan dengan keterpautan dan kesepadanan antara Dunia kerja dan Lembaga Pendidikan adalah masalah Kompetensi. Sedangkan kompetensi sendiri diartikan menurut Kamus Kompetensi LOMA (1998), kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja yang superior. Aspek-aspek pribadi ini termasuk sifat, motif-motif, sistem nilai, sikap, pengetahuan, dan ketrampilan. Kompetensi-kompetensi akan mengarahkan tingkah laku. Sedangkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja. Pandangan Dunia kerja dan Lembaga Pendidikan tentang kepentingan kompetensi lulusan selama ini masih sering kontradiktif dimana kompetensi bagi organisasi bisnis memiliki kepentingan yang berhubungan dengan strategi perusahaan dalam menghadapi persaingan bisnis yang dikenal dengan sebutan core competence (prhalad &Hamel, 1990; Quin, 1992). Disisi lain lembaga pendidikan acuan kompetensi berkiblat pada tujuan pendidikan nasional. Adanya kesan lambat dari lembaga pendidikan dalam menanggapi masalah kompetensi, biasanya lembaga pendidikan lebih cenderung memikirkan metode pembelajaran dari kurikulum baku daripada memikirkan untuk mendidik orang untuk bisa melakukan pekerjaan yang dibutuhkan dunia kerja (Judisseno,2008). Fenomena lain yang dijumpai yakni adanya pemahamaman yang kurang tepat pada prinsip link and match yang ditangkap oleh dunia pendidikan. Sehingga banyak hal tidak semestinya terjadi, di Madiun misalnya, ketika perusahaan Telkom menggelar acara pawai kebudayaan, konser, pengenalan produk-produk terbaru telkom melalui pameran terbuka yang melibatkan berbagai instansi pendidikan baik di dalam maupun luar negeri, kegiatan inipun lantas dicatut sebagai realisasi Link and Match. Di Banyuwangi ketika PT Djarum Kudus menyumbang bangunan pisik, sebuah toilet pada Sekolah Dasar juga dianggap Link and Match. Berbagai kerancuan sekitar link and match harus diluruskan kembali, oleh karena itu penelitian tentang kompetensi dalam link and match menjadi satu motivasi yang kuat bagi peneliti. Karena dengan dipahaminya kompetensi yang dibutuhkan maka akan dapat mengeliminir gap yang terjadi antara dunia kerja dan lembaga pendidikan. Untuk itu dalam kajian ini akan berusaha mengidentifikasikan kebutuhan ataupun harapan dunia kerja terhadap lulusan sebagai output dari dunia pendidikan. Orientasi utama Dunia kerja sekarang ini pada tenaga kerja adalah yang memiliki potensi dan profesional untuk meningkatkan produktivitas dan kinerja yang baik, oleh karena itu tentunya harapan – harapan atau kebutuhan tenaga kerja yang dibutuhkan adalah yang memiliki kompetensi dan profesional. Penelitian ini merupakan penelitian Manajemen Pendidikan dengan fokus output pendidikan dan merupakan bagian dari Rencana Strategis Pendidikan Nasional Indonesia, dengan menempatkan hasil lulusan pada dunia kerja sebagai hasil dari output pendidikan. Penelitian ini memiliki arti penting bagi dunia pendidikan dan dunia kerja, karena dengan kajian ini dapat ditemu kenali harapan dan kebutuhan dunia kerja yang mana hasil dari temuan tersebut bisa digunakan sebagai input pada dunia pendidikan dalam menyiapkan lulusannya memasuki dunia kerja. Jika pendidikan kita sudah mampu menjawab kebutuhan pasar dunia kerja khususnya dalam negeri maka akan semakin mengurangi dunia kerja nasional kita dalam mengambil tenaga asing (outsourcing), dan jika tenaga kerja memiliki kompetensi dan profesional maka dalam pengiriman tenaga kerja ke luar negeri juga akan semakin meningkatkatkan daya saing.
Selasa, 30 Desember 2008
LINK AND MATCH LEMBAGA PENDIDIKAN DAN DUNIA KERJA
Label:
Artikel Umum
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar